“Hal ini tentunya sangat merugikan bagi media yang belum terverifikasi. Pasalnya pendapatan dari media cyber ini ialah dengan melakukan kerja sama dengan Pemda atau instansi lainnya.
Sedangkan untuk anggota SMSI di Kaltara sendiri baru satu media cyber saja yang sudah terverifikasi faktual sedangnya media cyber lainnya belum dan ada yang baru mendaftar ke dewan pers,” lanjutnya lagi.
Selain itu, Victor juga menambahkan kalau verifikasi faktual juga tidak revelan jika dijadikan syarat untuk media cyber melakukan kerja sama, mengingat peraturan media cyber dalam melakukan kerja sama itu ialah cukup memiliki badan hukum.
“Rancangan Perpres yang dibuat oleh dewan pers itu tidak sejalan dengan kebebasan pers seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya.
Ia menambahkan, setidaknya ada 4 aspek substansial atau komponen pokok sebuah perusahaan pers itu wajib dipenuhi yakni harus berbadan hukum indonesia seperti memiliki PT/ Perusahaan Pers (Pasal 9), wajib mengumumkan nama dan alamat serta penanggung jawab redaksi (pasal 12), menaati dan melaksanakan kode etik jurnalistik dan pedoman pemberitaan cyber.
“Dewan pers tidak bisa menilai itu media abal-abal jika 4 komponen itu terpenuhi,” pungkasnya.(*)
Pages: 1 2