NUNUKAN, marajanews.id – Kasus pelecehan seksual terhadap delapan atlet taekwondo Nunukan akan mendapatkan pendampingan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Nunukan guna memulihkan kesehatan psikologi para korban.
Hal ini disampaikan, Kabid Perlindungan Anak DPPPA Nunukan, Endah Kurniawatie, S.Psi, Selasa ( 10/12/24) saat dikonfirmasi diruang kerjanya di Kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nunukan.
Endah mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan dari kepolisian terkait kasus tersebut sehingga perlu persiapan unuk melakukan pendampingan memulihkan Kesehatan psikologi para korban.
“ Nanti, korban akan didampingi oleh pekerja sosial dari bidang Peksos. Kami juga memiliki psikolog klinis khusus menangani anak-anak korban pelecehan seksual. Laporan dari kepolisian mengenai kasus tersebut sudah masuk ke kami,” ungkapnya.
Ia menambahkan, rencananya Peksos DSP3A akan berkunjung korban dikediaman masing-masing untuk memberikan dukungan psikososial, memastikan kondisi mereka setelah kejadian, serta melakukan asesmen terhadap kebutuhan yang mendesak seperti perlindungan dan pemulihan Kesehatan.
“ Peksos juga akan memberikan informasi mengenai hak-hak korban dan proses hukum yang dapat diambil, guna membantu mereka merasa lebih diberdayakan dan terlindungi.” tambah endah.
Insiden ini cukup memilukan di bidang olahraga, atlet yang selalu tampil diajang kompetisi taekwondo bergengsi itu justru dinodai dengan modus terapi otot selangkangan.
Endah Kurniawatie sangat mneysalkan perbuatan pelecehan tersebut, apalagi ia sangat mengenal sosok pelatih Y yang diduga telah melecehkan anak didiknya sejak 2013 silam.
” Kenapa tidak ada yang pernah speak up sejak dulu? Mungkin karena banyak yang merasa takut dan tidak tahu harus berbuat apa. Dalam masyarakat kita, seringkali korban mengalami rasa malu atau merasa bersalah atas kejadian yang menimpa mereka, padahal mereka adalah pihak yang seharusnya dilindungi.” tegasnya.
Ketakutan terhadap stigma dan pengucilan sosial, lanjut Kabid Perlindungan Anak DSP3A ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak kasus kekerasan, penyalahgunaan, atau penindasan dibiarkan begitu saja tanpa ada yang berani mengungkapkan kebenaran.
Selain itu, ada pula rasa putus asa karena korban merasa tidak akan ada yang mendukung atau mempercayai cerita mereka. Hal inilah yang akhirnya membuat banyak orang memilih menyimpan rasa sakit dalam diam.
Namun, dampaknya jauh lebih berbahaya dari yang dibayangkan, korban bisa mengalami trauma mendalam, efek dari ketidakberanian untuk berbicara dan ini juga bisa menular.
“ Ketika kasus-kasus kekerasan atau penindasan dibiarkan tanpa penanganan, ini memberikan sinyal yang salah kepada masyarakat bahwa tindakan tersebut bisa dilakukan tanpa konsekuensi.” tambahnya
Dalam banyak kasus, anak-anak atau orang di sekitar korban bisa menjadi saksi, dan bisa jadi tidak memahami sepenuhnya apa yang terjadi.
Hal tersebut kata Endah, bisa memengaruhi pola pikir dan perilaku korban, yang pada akhirnya berpotensi untuk meniru kekerasan atau tindakan negatif tersebut.
Untuk diketahui, kata Kabid Pendidikan Psikologi ini, korban memiliki potensi untuk mengulang tindakan serupa pada orang lain jika trauma yang mereka alami tidak ditangani dengan benar.
Ha ini menurutnya bukan hanya dampak psikologis pada individu, tetapi juga dapat menciptakan siklus kekerasan yang terus berlanjut dari generasi ke generasi.
Ia menjelaskan bahwa solusi untuk menghentikan siklus ini tidak hanya melalui memberikan ruang bagi korban untuk berbicara, tetapi juga melalui edukasi dan kesadaran sosial.
Masyarakat perlu diberdayakan untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan dan memahami bahwa berbicara atau melaporkan adalah langkah pertama untuk menghentikan kekerasan.
“ Di sinilah pentingnya peran pemerintah, lembaga sosial, dan komunitas untuk memberikan platform yang aman bagi korban untuk berbicara dan mendapatkan keadilan. Tanpa adanya dukungan dan kesadaran kolektif, kita akan terus menghadapi masalah yang sama berulang-ulang.” kata Endah Kurniawatie.#mo1