NUNUKAN – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sebakis di Kecamatan Sebuku Kabupaten Nunukan menolak Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, mereka menilai undang-undang tersebut lebih menguntungkan pengusaha.
Menurut Ketua (KSBSI) Sebakis, Tumin Kudus, Peraturan ini banyak menghilangkan hak hak buruh, terutama soal upah dan pesangon karyawan, apabila undang-undang ini sahkan, maka membuka ruang bagi pengusaha memangkas upah masa kerja dari 10 menjadi 8 Bulan.
Pasal-pasal yang diusulkan dalam RUU Cipta Kerja sangat berpotensi mendiskreditkan hak-hak pekerja yang sebelumnya telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003.” kata Tumin, Rabu (11/03) menyampikan aspirasi di kediaman Bupati Nunukan.
Konfederasi buruh dari perusahaan PT Sebakis Inti Lestari ini, meminta pemerintah daerah agar bersama-sama mengawal penolakan penetapan undang undang tersebut hingga ke pemerintah pusat.
Bupati Kabupaten Nunukan, Hj Asmin Laura Hafid SE MM, menegaskan Pemerintah Daerah selanjutnya meyampaikan aspirasi ini ke Gubernur Kalimantan Utara secara berjenjang hingga ke pemerintah pusat, termasuk ke sejumlah perwakilan anggota DPR RI dari dapil Kaltara di Jakarta.
Laura mengatakan, Rancangan Perarutan tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah Daerah nantinya bersurat dan merekomendaskan kepala dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Nunukan untuk segera membuat telaah staf yang dan kemudian di teruskan ke Provinsi Kalimantan Utara.
“ setelah pertemuan nanti, saya melaporkan aspirasi ini via whatsapp ke bapak Gubernur Kaltara, terkait dengan aspirasi-aspirasi teman-teman para buruh di Kabupaten Nunukan.” kata Laura.
Dalam Pertemuan itu, Tumin Kudus, juga menyampaikan sejumlah hal yang tentunya kontroversi bagi setiap tenaga kerja Perusahaan. Sebanyak dua belas point yang menurutnya potensi merugikan apabila undang-undang tersebut ditetapkan.
Dua Belas Point itu, meliputi ; memberikan dan memperluas Kesempatan bagi tenaga kerja asing bekerja di Indonesia. Memberikan kesempatan kepada pengusaha membuat perjanjian kerja terkait dengan perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak tanpa batasan waktu.
Pekerja alih daya itu tidak punya hubungan hukum dengan pengusaha pemberi pekerjaan, upah minimum didasarkan pada PEt tanpa perlu memperhatikan komponen hidup layak, dan menghapus upah minimum kabupaten.
Selanjunya adalah Gubernur tidak diberikan kewenangan menetapkan upah minimum, sesuai dengan sanski yang tertuang dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah sehingga upah minimum diberlakukan pada tahun sebelumnya.
Selain itu, kata Tumin, cuti panjang menjadi sesuai yang tidak wajib, cuti haid dan cuti lainnya dihapus kecuali Hak Cuti Tahunan. Ketika terjadi PHK, lanjutnya, pengusaha tidak wajib membayar pesangon kecuali diperjanjikan dalam perjanjian kerja.
“ semoga undang-undang ini tidak diloloskan DPR, jika ini ditetapkan menjadi Peraturan perundang-undangan, kami tinggal menunggu instruksi dari pengurus Pusat KSBSI, melakukan mogok kerja kami akan melumpuhkan perekonomian Indonesia.” tegas Ketua KSBSI Sebakis ini.#Fik
Be First to Comment