Banyak poin-poin penting mengenai MoU, terutama menyangkut perlindungan kemerdekaan pers, dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan. Rapat pembahasan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Arif Zulkifli.
Dewan Pers akhirnya melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Polri di Gedung Bareskrim Polri pada Kamis 10 November 2022. Penandatanganan PKS ini merupakan jaminan kerja jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Penandatanganan perjanjian ini merupakan tindaklanjut dari MoU yang dilakukan Dewan Pers dengan Polri. MoU ini sebelumnya telah dilakukan Dewan Pers saat diketuai M. Nuh dan almarhum Azyumardi Azra.
“Hari ini Dewan Pers dengan Bareskrim Mabes Polri menandatangani perjanjian kerja sama tindak lanjut turunan dari MoU antara Dewan Pers dengan Polri,” kata M Agung Dharmajaya, Plt Ketua Dewan Pers di Gedung Bareskrim Polri, Kamis, 10 November 2022.
Penandatangan nota kesepahaman ini adalah tentang perlindungan pers. Perjanjian kerja sama ini lebih mendetailkan MoU yang sebelumnya pernah dilakukan. Pada perjanjian ini, permasalahan mengenai jurnalis akan diserahkan pada Dewan Pers. Mengenai masalah wartawan, Polri tidak diperkenankan untuk menangani masalah tersebut.
Menggugat Pengesahan KUHP
Sejak mencuatnya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), SMSI melalui Bidang hukum, arbitrase dan legislasi, getol mengikuti pembahasan-pembahasan dengan Dewan Pers. Termasuk melakukan penolakan terhadap pasal-pasal di RKUHP yang dinilai mengancam pelanggaran HAM, Kemerdekaan Pers dan Demokrasi.
Saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPR RI, Selasa, 06 Desember 2022, SMSI langsung bersikap, dan dipublikasinya oleh ribuan media online di Indonesia, tentang rencana untuk menggugat pengesahan KUHP melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
SMSI menganggap, pengesahan RKUHP itu, terkesan terburu-buru. Tahapan sosialiasi kepada masayarakat belum maksimal, dan banyaknya masukan dari berbagai elemen masyarakat, terutama Dewan Pers bersama konstituennya, yang belum terakomodir.
“Ini terkesan dipaksakan, pengesahan RKUHP. SMSI khawatir pasal-pasal yang ada, masih banyak yang mengancam pelanggaran HAM, Kemerdekaan Pers dan Demokrasi. Beberapa pasal juga, kami nilai berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers,” ujar Ketua Umum SMSI Firdaus.
SMSI merasa khawatir dengan masih banyaknya pasal-pasal dalam KUHP yang baru direvisi, bertentangan dengan prinsip dasar hak asasi manusia, kemerdekaan pers dan demokrasi.
Di antaranya hak atas kesetaraan di hadapan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi, hak atas privasi dan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, serta kebebasan berpendapat dan berekspresi.
KUHP yang baru saja disahkan, dianggap tidak melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR kurang mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik. Termasuk dari komunitas Pers.
SMSI mencatat banyak pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi, seperti pasal 188, 218, 219, 220, 240, 241, 263, 264, 280, 300, 301, 302, 436, 433, 439, 594, dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.Terbitnya Pedoman Pengelolaan Akun Media Sosial Perusahaan Pers
Menjelang berakhirnya tahun 2022 ini, ada kado cukup istimewa bagi dunia jurnalistik di Indoensia. Yakni, terbitnya Pedoman Pengelolaan Akun Media Sosial Perusahaan Pers oleh Dewan Pers.
Sejak awal pembahasan hingga diterbitkannya, pedoman tersebut, SMSI melalui bidang hukum, arbitrase dan legislasi, turut serta aktif, dan memberikan masukan-masukan positif.
Penyusunan pedoman ini dilakukan Dewan Pers bersama konstituen yang terdiri dari organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers, salah satunya SMSI.
“Pedoman ini mengatur, bahwa akun medsos resmi yang dikelola perusahaan pers wajib mencantumkan nama perusahaan pers sebagai bagian dari institusinya. Dalam ketentuan tersebut, perusahaan pers bertanggung jawab terhadap seluruh konten yang dimuat di akun medsosnya,” kata Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli, di Jakarta, Kamis, 8 Desember 2022.
Pedoman ini melingkupi ketentuan mengenai akun medsos perusahaan pers yang berbadan hukum Indonesia yang mengunggah konten berupa artikel, gambar, komentar, suara, video serta berbagai bentuk unggahan lainnya. Perusahaan pers bertanggung jawab memoderasi komentar buatan pengguna di akun medsosnya.
Moderasi dilakukan antara lain dengan menerapkan pra atau post audit terhadap komentar, menutup kolom komentar, menyembunyikan atau menghapus komentar buatan pengguna yang mengandung unsur: sadis, cabul, dan fitnah.
Selain itu audit perlu dilakukan jika ada indikasi pencemaran nama baik, prasangka atau kebencian terkait suku, agama ras, antargolongan, diskriminatif atas perbedaan jenis kelamin, bahasa, merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau jasmani.
Segala konten yang merupakan karya jurnalistik dalam unggahan akun medsos perusahaan pers dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Kemudian sengketa mengenai konten berupa karya jurnalistik di akun medsos perusahaan pers ini diselesaikan melalui mekanisme di Dewan Pers.
SMSI bersama konstituen lain dan Dewan Pers menyatakan kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Keberadaan media sosial di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers. Media sosial menjadi sarana efektif bagi media multiplatform untuk menyebarluaskan berita yang dihasilkan perusahaan pers sehingga bisa dibaca luas oleh masyarakat.
Medsos memiliki karakter khusus, sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya oleh perusahaan pers sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan- peraturan Dewan Pers dalam rangka memberikan perlindungan hukum.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan banyaknya tugas SMSI kedepan, untuk terus mengawal kemerdekaan dan kebebasan pers. Termasuk menegakkan peraturan dan undang-undang yang tepat, dan harus menjadi perhatian ke depan untuk kemajuan pers.
Perlu perhatian serius dalam menyikapi pengesahan KUHP yang perlu digugat di MK, supaya tidak menyimpang dari prinsip dasar kebebasan Pers yang sudah diatur dalam UU Pers No 40 tahun 1999.
Semua proses yang terjadi tahun lalu, biarkan menjadi pelajaran yang terbaik, mari kita menyambut tahun 2023 dengan kebahagiaan dan kemerdekaan pers. Selamat tahun baru 2023.(*)
*Penulis adalah Ketua Bidang Bidang hukum, arbitrase dan legislasi SMSI periode 2019- 2024*
Pages: 1 2