Press "Enter" to skip to content

Faris Balang Ungkap Bukti Kepemilikan Lahan Warga Sebuku, PT. NBS Mangkir Dimediasi

NUNUKAN, marajanews.id Sengketa lahan antara warga Desa Pembeliangan Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, dengan perusahaan perkebunan PT. NBS memanas.

Pendamping Kuasa dati H. Abdul Hafid Achmad Faris Balang, mengungkap bukti-bukti kepemilikan sah atas lahan seluas 38 hektare yang saat ini menjadi objek sengketa.

Faris menegaskan bahwa tanah tersebut telah dibeli secara sah dari mantan Kepala Desa Makmur, Usro.

“Lahan itu sudah dimiliki sejak lama dan dibuktikan dengan dokumen SPPT atas nama istri H. Hafid, yang diterbitkan tahun 2006 dan ditandatangani oleh Camat Sebuku waktu itu, Jumianto,” ungkap Faris saat memberikan keterangan kepada media, Jumat (13/6/25) di Kantor DPRD Nunukan.

Tak hanya SPPT, Faris juga mengungkap sejumlah bukti pendukung lain. Di antaranya adalah kesaksian batas lahan dari warga setempat bernama Baktiar, serta pengakuan dari Kepala Desa Makmur saat ini, yang mengakui bahwa lahan tersebut memang milik H. Abdul Hafid Achmad.

“Lahan itu sebelumnya hutan, tidak ada perkampungan. Sekarang sudah jadi kebun sawit dan masih ada saksi hidup yang menyatakan bahwa sawit ditanam, dirawat, dan dipanen oleh keluarga Pak Hafid,” ujar Faris.

Menurutnya, PT. NBS menggarap lahan seluas 2,5 hektare dari total luas lahan yang disengketakan.

Faris menyayangkan sikap PT. NBS yang dinilai tidak beretika memasuki wilayah masyarakat, seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif dan prosedural sebelum melakukan aktivitas di lahan tersebut.

“Tidak ada pemberitahuan, tidak ada pamit dengan pemilik lahan atau pemerintah desa,” tegasnya.

Faris menambahkan, tujuan kehadiran perusahaan seharusnya untuk memberdayakan masyarakat, bukan justru menimbulkan konflik dan merampas hak warga dan mempertanyakan kontribusi PT. NBS kepada masyarakat sekitar.

“Apakah ada kontribusi untuk masjid, gereja, anak yatim, atau desa? Kalau ada, tidak mungkin konflik ini terjadi,” ucapnya.

Kritik terhadap ketidakhadiran PT. NBS dalam dua kali mediasi

Selain itu Faris Balang, juga menyoroti dua kali mediasi yang gagal karena ketidakhadiran PT. NBS, menurutnya, perusahaan tidak menghormati lembaga seperti DPRD Nunukan yang telah berupaya memediasi sengketa tersebut.

“Kalau perusahaan ini tidak hadir dua kali mediasi, artinya tidak menghargai wakil rakyat,” katanya.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah berulang kali mencoba menyelesaikan sengketa secara non-litigasi atau mediasi, upaya tersebut selalu berujung buntu karena minimnya respon dari perusahaan.

“Kami ini masyarakat kecil, tidak punya cukup biaya untuk menggugat ke pengadilan,” jelas Faris.

Selain dokumen SPPT, Faris menegaskan bahwa kepemilikan lahan tersebut juga didukung oleh pengakuan tiga desa yang berbatasan langsung, yakni Makmur, Sanur, dan Semunad.

“Tiga desa dan lembaga adat sudah mengakui lahan itu milik H. Hafid. Jadi, apalagi yang kurang?” tegasnya.

Ia juga menyebut bahwa BPN telah mengeluarkan surat pernyataan bahwa jalan yang dimaksud dalam lahan bersertifikat masyarakat memang berada di dalam area tersebut.

Meski demikian, karena status lahan H. Hafid masih SPPT, BPN belum bisa mengeksekusi lebih lanjut.

Faris menyebut bahwa PT. NBS selama ini hanya mengandalkan surat pernyataan kuasa direksi yang berisi kesanggupan menyelesaikan permasalahan apabila legalitas dibuktikan.

“Legalitas sudah kami bawa semua. Jadi, tunggu apalagi?” tanya Faris.

Ia pun meminta perhatian serius dari pemerintah pusat, provinsi, hingga pemerintah desa untuk menegakkan keadilan berdasarkan delapan poin Nawacita Presiden RI.

“Kami hanya ingin hak kami dikembalikan. Tidak untuk merekayasa, tapi menegakkan kebenaran,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Faris menyampaikan apresiasi terhadap DPRD Nunukan yang tetap komitmen memperjuangkan aspirasi rakyat, ia menyesalkan sikap PT. NBS yang tidak menunjukkan itikad baik menyelesaikan konflik.

Faris menegaskan perjuangan ini bukan semata membela H. Abdul Hafid, tetapi juga memperjuangkan hak masyarakat kecil yang kerap tertindas.

“Kami tidak melawan dengan kekerasan. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan melalui jalur yang benar,” ujarnya.

Ia berharap konflik lahan ini segera diselesaikan secara adil dan terbuka, tanpa harus melalui jalur hukum yang memberatkan masyarakat.

“Kalau ada kesadaran bersama atas hak asasi manusia, saya yakin konflik seperti ini tidak akan terjadi,” pungkas Faris.#m01

Bagikan :