Press "Enter" to skip to content

Warga Perumahan Griya Tepian Pantai Tolak Tawaran Kemendagri.

NUNUKAN, marajanews.id – Warga Perumahan Griya Tepian Pantai menolak tawaran Direktur BUMD, BLUD dan BMD Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, H.Budi Santoso melalui rapat virtual. Solusi tersebut sewa menyewa lahan, bukan dalam bentuk Hibah.

Hal ini sangat bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat wakil pemerintah daerah bersama warga yang dituangkan dalam bentuk berita acara yang dibubuhi tandatangan bersama pada 14 Juni 2009 bahwa status tanah bangunan itu adalah hibah Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan kepada warga yang di relokasi dampak dari  pembangunan jalan lingkar.

“Kami dari warga menolak tawaran sewa murah itu, karena sangat menyakiti hati warga apalagi bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat sebelum warga di relokasi, yaitu hibah,” kata Gazalba, Ketua RT 08 Kelurahan Selisun Nunukan Selatan. Jumat (11/09) di lt IV Kantor Bupati Nunukan.

Ia menjelaskan, sejak Pemerintah Kabupaten Nunukan di Nakhodai Hj.Asmin Laura Hafid SE.MM,Ph.D, berkali-kali diadakan rapat  pertemuan antara warga dengan SKPD terkait yang dipandu Asisten I dan Asisten II. Menurutnya bentuk keseriusan Pemkab Nunukan menuntaskan tuntutan warga tersebut. Bahkan lembaga legislative Nunukan juga mendukung agar hal ini segera dituntaskan dan tidak berlarut-larut.

“Bahkan Bupati Nunukan, Hj. Asmin Laura Hafid pernah berkata selama tidak ada aturan yang dilanggar kenapa tidak dibijaki, toh ini juga bagian dari kepentingan warga masyarakat, jadi kita lihat dulu aturan yang ada, jangan sampai dikemudian hari berdampak pelanggaran hukum,” tambah gazalba mengutip kalimat Bupati Nunukan.

Diakui juga berbagai langkah sudah ditempuh Pemerintah Daerah, diantaranya berkoordinasi dengan BPKP RI, KPK, dan Kemendagri.

“Saat ini baik Pemda atau warga, masih menunggu petunjuk atau sinyal dari KPK,” kata Gazalba lagi.

Meski demikian jika perjuangan dan penantian warga selama 12 tahun ini memang tak membuahkan hasil, dalam arti tetap sewa murah, atau jual beli, maka dirinya juga mengancam akan mempidanakan Perwakilan Pemerintah kala itu karena telah melakukan penipuan, mengingkari kesepakatan yang telah  dibuat.

“Ibarat kata warga dibelai,dirayu agar mau direlokasi dengan janji hibah, begitu pindah ke tanah dan bangunan yang ditunjukkan (Perumahan Griya Tepian Pantai Indah Lestari), bahkan sebagian besar ada yang sudah merenovasi rumah tersebut, namun yang muncul sewa murah, atau jual beli. Inikan penipuan kepada warga namanya,” ungkapnya.

Bahkan dari berbagai pertemuan atau rapat terkait perumahan ini, maka dirinya bisa menarik kesimpulan, bahwa terjadi kelalaian yang dilakukan Dinas PUPR Kabupaten Nunukan pada saat merencanakan dan membangun pemukiman relokasi ini. Karena sesuai pencatatan di Bidang Aset Daerah, bahwa Pengadaan tanah atau bangunan Perumahan relokasi ini  masuk dalam kategori Belanja Modal  Tahun Anggaran 2009 , bukan sebagai belanja Pengadaan / Jasa (Persediaan).

“Kalau masuk pada kategori belanja Modal, maka harus tercatat sebagai Aset Daerah, dan jika mau dihibahkan mesti sesuai Permendagri No 19 Tahun 2016. Beda kalau dikategorikan sebagai belanja Pengadaan/Jasa (Persediaan) artinya belanja habis dan bisa dihibahkan karena tidak tercatat sebagai Aset Daerah,” katanya lagi.

Ditambahkannya, bahwa sesuai pasal 400 ayat (2) Permendagri No 19 Tahun 2016 jelas berbunyi Tanah dan atau Bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain tanah dan atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

“ Berulang kali Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) diminta Bidang Aset Daerah pada Dinas PUPR Kabupaten Nunukan, namun tidak ada. Kita mau lihat apa diawal pengadaannya ada perencanaan untuk dihibahkan, dan kalau memang dari awal  tidak ada perencanaan untuk dihibahkan, pertanyaannya  kenapa Perwakilan Pemerintah Daerah saat itu berani buat janji atau kesepakatan yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani bersama pada 14 Juni 2009 lalu. Dengan adanya kesepakatan itu tentu menjadi pegangan bagi warga menuntut kesepakatan itu,” pungkasnya. #Mal

Bagikan :